Rabu, 07 Agustus 2024

Apakah Ada Batasan untuk "Mengasihi Musuh"?

 


Apakah Ada Batasan untuk "Mengasihi Musuh"?

Kita sering mendengar ajaran untuk mengasihi musuh kita, tetapi seberapa jauh kita harus mempraktikkannya? Misalnya, bagaimana perasaan kita ketika mendengar bahwa Larry Nassar, yang telah melakukan pelecehan seksual terhadap ratusan gadis muda, diserang oleh sesama narapidana di penjara? Banyak yang merasa bahwa dia pantas mendapatkannya, tetapi sebagai orang Kristen, bagaimana seharusnya kita merespons?

Kesucian Hidup Manusia

Dalam ajaran Katolik, hidup manusia adalah suci bukan karena apa yang telah kita lakukan, tetapi karena siapa kita di mata Tuhan. Semua manusia, termasuk musuh kita, diciptakan menurut gambar Tuhan. Kita menolak aborsi dan eutanasia karena menghargai kehidupan. Kita juga harus menolak kebencian terhadap orang yang telah berbuat salah.

Mengasihi Musuh: Ajaran Yesus

Yesus mengajarkan untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita. Mengasihi musuh membedakan kita dari dunia. Yesus mengatakan dalam Injil Matius, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Ini bukan hanya sekadar transaksi, tetapi bentuk cinta yang tulus.

Mengapa Harus Mengasihi Musuh?

Mengasihi musuh memutus rantai kebencian dan kekerasan. Jika kita membalas kebencian dengan kebencian, kita hanya memperpanjang siklus itu. Dengan mengasihi, kita menunjukkan kepada mereka cara hidup yang berbeda dan membawa kemungkinan perubahan.

Contoh Pengampunan Yesus

Yesus menunjukkan contoh ini ketika Dia memaafkan mereka yang menyalibkan-Nya. Jika kita berpikir kita berhak membenci, kita harus ingat bahwa kita semua bersalah di mata Tuhan, dan Dia mengasihi kita meski kita berdosa. Pengampunan Yesus adalah untuk semua, bukan hanya bagi yang bersalah kecil, tetapi juga yang bersalah besar.

Kehidupan dan Tanggung Jawab Kita

Kita harus membawa orang yang bersalah ke pengadilan dan mencegah mereka melakukan kejahatan lagi, tetapi kita tidak boleh membenci mereka. Jika Tuhan mengasihi musuh-Nya, kita juga harus berusaha melakukannya. Menjadi Kristen berarti mengikuti ajaran Yesus, termasuk mengasihi musuh. Ini adalah tanggung jawab kita sebagai saudara seiman.

Syahadat Nikea Dijelaskan

 


Syahadat Nikea Dijelaskan

Syahadat Nikea adalah salah satu doa tertua dan terpenting dalam sejarah Gereja. Selama lebih dari 1600 tahun, syahadat ini telah menjadi pedoman utama iman Katolik. Namun, banyak umat Katolik awam bingung dengan maknanya karena bahasanya yang kadang sulit dipahami. Syahadat ini menegaskan ajaran penting tentang Tuhan, Yesus Kristus, Roh Kudus, dan Gereja. Mari kita bahas secara singkat dan jelas.

1. Allah Bapa

Syahadat dimulai dengan: "Aku percaya akan satu Allah, Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi, segala sesuatu yang kelihatan dan tidak kelihatan."

  • Satu Tuhan: Kita percaya pada satu Tuhan yang menciptakan segala sesuatu, baik yang terlihat maupun tidak.
  • Mahakuasa: Tuhan memiliki kekuatan, pengetahuan, dan kehadiran yang melampaui segala sesuatu.

2. Yesus Kristus, Anak Allah

Bagian kedua menyatakan: "Aku percaya akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang tunggal, yang lahir dari Bapa sebelum segala abad."

  • Yesus adalah Tuhan: Yesus tidak diciptakan seperti kita, tetapi Ia ada dan selalu ada bersama Bapa, satu dalam substansi dengan-Nya.
  • Ajaran Arian: Dulu, ada ajaran yang menyatakan bahwa Yesus lebih rendah dari Bapa, tetapi ini ditolak karena Yesus adalah Tuhan sejati.

3. Inkarnasi dan Penebusan

Syahadat melanjutkan: "Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita, Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari Perawan Maria, dan menjadi manusia."

  • Inkarnasi: Yesus benar-benar menjadi manusia, lahir dari Maria, dan menjalani kehidupan manusia.
  • Penebusan: Yesus disalibkan, mati, dan bangkit kembali untuk menyelamatkan kita dari dosa.

4. Roh Kudus

Bagian ketiga mengatakan: "Aku percaya akan Roh Kudus, Tuhan yang menghidupkan, yang berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra, disembah dan dimuliakan."

  • Roh Kudus adalah Tuhan: Roh Kudus sama ilahinya dengan Bapa dan Putra, tidak sekadar ciptaan, dan berperan dalam karya keselamatan.
  • Kontroversi: Ada perdebatan tentang frasa "dan Putra" yang ditambahkan dalam versi Barat, tetapi itu dimaksudkan untuk menegaskan keilahian Roh Kudus.

5. Gereja dan Harapan Akhir Zaman

Syahadat menyatakan: "Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik."

  • Empat Ciri Gereja: Gereja adalah satu, kudus, katolik (universal), dan apostolik (berdasarkan ajaran para rasul).
  • Baptisan dan Kehidupan Kekal: Baptisan menyatukan kita dengan Kristus, dan kita berharap akan kebangkitan dan kehidupan kekal bersama Tuhan.

Kesimpulan

Syahadat Nikea menegaskan inti iman Kristen yang menjadi dasar bagi semua ajaran gereja. Ini bukan hanya doa, tetapi pernyataan iman yang mendalam. Meskipun ada banyak isu lain dalam Gereja saat ini, semua itu berasal dari prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam syahadat ini. Menjadi seorang Kristen adalah mengakui Tuhan sebagai Bapa, Yesus sebagai Tuhan, Roh Kudus sebagai pemberi kehidupan, dan Gereja sebagai jalan menuju keselamatan.

Pandangan Baru tentang Bom Atom?

 


Pandangan Baru tentang Bom Atom?

Dengan dirilisnya film terbaru Christopher Nolan, "Oppenheimer," banyak orang kembali bertanya: Apakah penggunaan senjata nuklir di Jepang etis? Jawabannya jelas: Tidak. Semua paus sejak Pius XII sepakat bahwa penggunaan senjata nuklir tidak pernah dibenarkan.

Namun, yang kini menjadi perdebatan adalah apakah memiliki senjata nuklir itu etis. Sejak 1945, berbagai paus mengutuk penggunaan bom nuklir dan menyerukan pelucutan senjata. Meskipun memiliki senjata nuklir untuk mencegah perang pernah dianggap bisa diterima, Paus Fransiskus pada tahun 2017 menyatakan bahwa bahkan kepemilikan senjata nuklir merusak dan harus dikutuk.

Paus Fransiskus mengajarkan bahwa hanya memiliki senjata nuklir, tanpa rencana untuk menggunakannya, adalah dosa terhadap Tuhan dan kemanusiaan. Dia telah memimpin upaya untuk mewujudkan pelucutan senjata segera dan menganggap kondisi saat ini membutuhkan perubahan segera.

Jadi, apakah Paus Fransiskus mengubah ajaran resmi Gereja? Tidak sepenuhnya. Dia melanjutkan tradisi mengutuk senjata pemusnah massal, tetapi dengan urgensi yang lebih besar untuk mencapai pelucutan senjata secepat mungkin.

Selasa, 06 Agustus 2024

Beberapa Imam Sedang... Mundur?

 


Beberapa Imam Sedang... Mundur?

Di antara semua perdebatan liturgi dalam Gereja Katolik saat ini, tidak ada yang lebih memecah belah dan semakin populer daripada kembalinya posisi ibadah ad orientem. Imam merayakan misa dengan membelakangi umat, dan banyak orang merasa bingung. Ada banyak sejarah yang perlu diungkap dan banyak setengah kebenaran yang perlu dihilangkan.

Apa itu Ad Orientem?

Untuk kita yang lahir setelah Konsili Vatikan II, imam menghadap umat selama misa adalah hal yang biasa. Namun, sebenarnya, selama lebih dari 1.500 tahun, praktik yang paling umum adalah ad orientem, di mana imam dan umat menghadap ke timur, arah kedatangan Kristus. Dalam bahasa Latin, ad orientem berarti "menghadap timur" atau "menghadap matahari terbit." Ibadah ad orientem lebih tentang seluruh jemaat yang mengarahkan diri ke arah kedatangan Kristus daripada hubungan imam dengan umat.

Mengapa Praktik Ini Berubah?

Tidak ada pernyataan resmi dari Konsili Vatikan II atau Paus yang secara khusus mengubah posisi ini. Dalam dokumen Sacrosanctum Concilium tahun 1962, Konsili Vatikan II menyerukan reformasi liturgi untuk mendorong partisipasi aktif umat awam. Pada tahun 1964, Sacred Congregation of Rites menyarankan agar altar utama berdiri bebas sehingga imam bisa mengelilinginya dan menghadap umat. Ini bertujuan agar umat lebih bisa melihat dan mengikuti seluruh ritus, sehingga berpartisipasi dengan lebih sadar.

Kedua Orientasi adalah Sah

Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak ada hukum universal yang melarang praktik ad orientem atau mewajibkan versus populum (menghadap umat). Kedua orientasi ini sah, dan tidak ada yang lebih benar dari yang lain. Dalam dokumen tahun 2000 dari Congregation for Divine Worship, ditegaskan bahwa posisi fisik tidak sepenting orientasi spiritual kita menuju Kristus.

Fokusnya adalah Tuhan

Pada intinya, baik ad orientem maupun versus populum bertujuan memusatkan perhatian pada Tuhan dan pengorbanan yang ditawarkan di altar, bukan pada imam yang membelakangi atau menghadap umat. Jika satu orientasi membantu Anda lebih fokus pada Tuhan, temukan gereja yang merayakan misa dengan cara itu. Namun, jangan menyatakan bahwa satu lebih suci atau lebih benar daripada yang lain. Dengan katekese yang tepat, keduanya akan membawa umat untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan sebagai pengorbanan spiritual.

Bolehkah Orang Katolik Menonton Adegan Telanjang di Film?

 


Bolehkah Orang Katolik Menonton Adegan Telanjang di Film?

Saat ini, hampir semua film dan acara TV memiliki unsur kekerasan atau seks, sehingga membuat umat Katolik bingung apakah boleh menontonnya. Sebenarnya, tidak ada yang salah dengan seks atau ketelanjangan itu sendiri. Banyak karya seni Kristen, bahkan di gereja, menampilkan tubuh manusia secara telanjang sebagai ciptaan Tuhan yang indah. Namun, ketika tubuh manusia dijadikan objek untuk kepuasan semata, seperti dalam pornografi, hal itu menjadi masalah.

Apa Bedanya Seni dan Pornografi?

Untuk membedakan antara seni dan pornografi, ada tiga hal yang perlu kita pertimbangkan:

  1. Niat: Apa tujuan dari adegan telanjang tersebut? Apakah untuk menunjukkan keindahan dan pesan moral, atau hanya untuk merangsang dan mengobjektifikasi tubuh?

  2. Diskresi: Apakah adegan tersebut menggunakan ketelanjangan dengan bijak? Kadang-kadang, bayangan atau implikasi cukup untuk menyampaikan pesan tanpa harus menampilkan semuanya secara detail.

  3. Dampak pada Aktor: Pertimbangkan bagaimana adegan tersebut mempengaruhi aktornya. Mereka adalah manusia nyata yang harus menunjukkan diri di depan kamera. Kesejahteraan mereka harus menjadi prioritas.

Apakah Boleh Menonton?

Pada akhirnya, keputusan apakah boleh menonton film dengan adegan telanjang atau tidak tergantung pada individu masing-masing. Jika adegan tersebut menyebabkan kita berdosa, maka sebaiknya kita menghindarinya. Namun, jika kita bisa melihatnya sebagai bagian dari cerita yang lebih besar tanpa terjerumus pada godaan, maka mungkin tidak ada masalah. Ingatlah bahwa tubuh manusia dan seks adalah ciptaan Tuhan yang baik, dan seharusnya tidak dianggap memalukan selama kita melihatnya dengan cara yang benar.

Jadi, tanyakan pada diri sendiri: Apakah film ini membawa saya lebih dekat kepada Tuhan, atau menjauhkan saya? Keputusan ada di tangan Anda, tetapi pastikan untuk selalu bertindak dengan bijaksana dan bertanggung jawab.

Mereka Tidak Akan Kembali (Tapi Kita Bisa Melakukan Sesuatu)

 


Mereka Tidak Akan Kembali (Tapi Kita Bisa Melakukan Sesuatu)

Selama bertahun-tahun, adalah hal yang umum bagi orang untuk menjauh dari gereja ketika mereka memasuki usia 20-an. Biasanya, mereka akan kembali ketika siap membangun hidup yang stabil. Namun, situasi ini berubah. Banyak dari mereka tidak kembali lagi ke gereja, terutama generasi muda saat ini, Gen Z. Lebih dari sepertiga dari mereka tidak memiliki afiliasi agama, lebih dari generasi lainnya.

Banyak dari mereka tidak akan kembali karena mereka memang tidak pernah benar-benar ada di sini. Kebanyakan dari mereka tidak dibesarkan dengan dasar iman yang kuat, jadi tidak ada yang bisa mereka jadikan sandaran. Mereka tidak akan datang kepada kita hanya karena kita memiliki program yang baik. Mereka akan menikah di luar gereja, memiliki anak, dan tidak memperkenalkan mereka kepada iman Kristiani.

Kita tidak bisa menunggu mereka kembali. Mengandalkan metode lama tidak akan berhasil. Kita harus mengubah pendekatan kita sepenuhnya. Mari kita lihat perumpamaan Yesus dalam Lukas 15: Domba yang Hilang, Dirham yang Hilang, dan Anak yang Hilang. Biasanya kita melihat diri kita sebagai yang hilang, dan yakin bahwa Tuhan akan selalu mencari dan membawa kita pulang. Tapi mungkin ada pesan lain yang ingin disampaikan oleh Yesus.

Yesus berbicara kepada orang-orang Farisi dan ahli Taurat, para pemimpin agama yang seharusnya bertanggung jawab atas iman orang-orang berdosa. Yesus bertanya, "Mengapa para pemungut cukai dan orang-orang berdosa ini hilang?" Bukankah tugas mereka adalah menggembalakan, mengajarkan, dan merawat mereka? Jika kita sebagai gereja hanya duduk diam dan berkata, "Jangan khawatir, mereka akan kembali," kita salah.

Pertanyaannya adalah, bagaimana kita bisa membiarkan generasi ini pergi? Apa yang akan kita lakukan untuk membawa mereka kembali? Kita harus mengakui bahwa kita bertanggung jawab atas kehilangan mereka dan berusaha keras untuk menemukannya kembali.

Tugas kita adalah menjadi murid-murid misionaris, pergi keluar dan membawa kembali yang hilang. Jika kita tidak mau keluar dari kenyamanan gereja kita, mengambil risiko penolakan dan penghinaan, kita tidak lebih baik dari orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang memandang hina orang-orang berdosa. Mereka adalah saudara dan saudari kita, anak-anak kita, tanggung jawab kita di hadapan Tuhan.

Jika kita tidak mengerahkan seluruh upaya kita, mereka tidak akan kembali.

St. Vincent de Paul: Santo yang Penuh Semangat dan Kemarahan

 


St. Vincent de Paul: Santo yang Penuh Semangat dan Kemarahan

Ketika banyak orang berpikir tentang para santo, mereka membayangkan orang-orang yang saleh dan lembut, menghabiskan banyak waktu di kapel dan menjalani kehidupan yang tenang. Namun, St. Vincent de Paul memiliki cerita yang berbeda. Dia pernah menjadi budak setelah diculik oleh bajak laut, mendapatkan kebebasannya dengan mengubah keyakinan tuannya, dan menemukan cara untuk memberikan peran baru kepada perempuan dalam gereja. Teman-temannya bahkan menggambarkannya sebagai orang yang memiliki temperamen besar. Namun, dia adalah salah satu orang yang paling dermawan, dan warisannya masih hidup dalam Gereja saat ini.

Awal Hidup St. Vincent

Vincent lahir pada tahun 1581 dari keluarga petani miskin dan bergabung dengan imamat bukan karena panggilan suci, tetapi untuk mencari kekayaan dan ketenaran. Pada usia 24 tahun, dia ditahbiskan menjadi imam dan sering bergaul dengan orang-orang kaya. Namun, hidupnya berubah ketika dia diculik oleh bajak laut pada tahun 1605 dan dijual sebagai budak di Tunisia. Di sana, dia mengubah iman tuannya kembali ke Kristen, dan sebagai hasilnya, dia dibebaskan.

Perubahan dan Dedikasi kepada Kaum Miskin

Pengalaman ini mengguncang hidup Vincent dan memunculkan panggilan sejatinya: melayani kaum miskin dan terabaikan. Pada tahun 1617, setelah mendengarkan pengakuan seorang petani yang hampir mati, dia menyadari betapa banyak orang miskin yang tidak mendapatkan bimbingan rohani yang memadai. Vincent kemudian mendirikan Congregation of Missions, yang dikenal sebagai Vincentian, dengan tujuan melayani orang miskin secara spiritual dan fisik serta melatih imam-imam baru.

Selama hidupnya, gerakan ini menyebar ke berbagai negara, dan Vincent dikenal karena kerja kerasnya dalam mengurangi kemiskinan dan merawat orang sakit.

Peran Perempuan dalam Misi

Vincent juga menyadari pentingnya peran perempuan dalam misi ini. Bersama St. Louise de Marillac, dia membentuk kelompok perempuan awam yang mengunjungi dan membantu orang miskin dan sakit. Dia ingin membentuk kongregasi perempuan yang sepenuhnya berdedikasi pada misi ini, meskipun pada saat itu, perempuan tidak diizinkan melakukan pekerjaan di luar biara.

Vincent berhasil menemukan cara agar para perempuan ini dapat terlibat dalam misi secara langsung tanpa batasan ketat dari gereja. Mereka tidak dianggap sebagai biarawati secara resmi, tetapi hidup sebagai biarawati di hati mereka dan bekerja untuk melayani orang miskin dan sakit. Hari ini, mereka adalah salah satu kongregasi perempuan terbesar di dunia, dengan lebih dari 18.000 anggota.

Sifat dan Warisan St. Vincent

Meskipun dikenal dengan karya-karyanya yang besar, Vincent juga terkenal memiliki temperamen yang sulit. Dia sendiri mengakui bahwa tanpa rahmat ilahi, dia bisa menjadi orang yang pemarah. Namun, ini justru menunjukkan kekuatan transformasi yang dimilikinya.

Vincent adalah contoh sempurna bagaimana seseorang bisa mengatasi kelemahan pribadi dan berbuat baik untuk dunia. Dengan merendahkan diri dan mencari pertolongan Tuhan, dia menginspirasi ratusan ribu orang untuk bekerja bersama dalam pelayanan kepada Tuhan dan sesama.

Melalui kisah St. Vincent de Paul, kita belajar bahwa meskipun kita memiliki kelemahan, kita bisa menjadi alat kasih Tuhan di dunia ini. Bersama-sama, kita dapat menghadirkan kerajaan surga di bumi.

Bisakah Kita Berhenti Menyalahkan Tuhan atas Kanker?

 


Bisakah Kita Berhenti Menyalahkan Tuhan atas Kanker?

Salah satu kritik yang sering saya dengar tentang Tuhan adalah soal keberadaan kanker. Jika Tuhan itu maha kuasa dan maha pengasih, mengapa orang, bahkan anak-anak, bisa terkena kanker dan meninggal? Bagi banyak orang, ini seolah menjadi bukti bahwa Tuhan tidak sepenuhnya pengasih. Bagaimana kita bisa tetap percaya kepada Tuhan ketika melihat penderitaan yang disebabkan oleh penyakit mematikan ini?

Menyadari Penyebab Kanker

Kenyataannya, banyak penyebab kanker adalah hasil dari pilihan manusia. Berdasarkan penelitian dari Pharmaceutical Research tahun 2008, dua penyebab utama kematian terkait kanker, yang mencapai 55 hingga 65% dari semua kematian, adalah tembakau dan pola makan yang buruk. Ini termasuk makanan yang digoreng, makanan olahan, daging merah, dan alkohol. Sebagian besar kanker disebabkan oleh kebiasaan ini, yang sebenarnya bisa kita kendalikan dan cegah.

Selain itu, faktor lingkungan juga berperan besar dalam penyebab kanker. Contohnya, asap kendaraan bermotor yang mengandung karbon monoksida dan zat beracun lainnya adalah penyebab kanker paru-paru dan penyakit jantung. Bahan kimia beracun seperti bahan kimia yang disebut "forever chemicals," yang ditemukan dalam produk sehari-hari seperti Teflon dan pembungkus makanan cepat saji, juga berkontribusi. Hampir setiap orang Amerika, termasuk bayi baru lahir, memiliki sejumlah bahan kimia ini dalam darah mereka.

Pilihan Manusia dan Dampaknya

Sejak lama, kita telah menggunakan bahan berbahaya seperti asbes dalam bangunan tanpa menyadari bahaya yang ditimbulkannya. Bahan-bahan seperti benzena, vinil klorida, formaldehida, dan pestisida telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker. Pada tahun 2022, Monsanto membayar $11 miliar karena produk Roundup mereka menyebabkan kerusakan kesehatan yang serius.

Peran Tuhan dalam Penderitaan

Kita sering bertanya-tanya mengapa Tuhan tidak mencegah hal-hal ini, tetapi kita juga harus sadar bahwa tidak semuanya bisa diatur oleh Tuhan. Banyak kerusakan lingkungan dan kesehatan adalah akibat dari tindakan kita sendiri, seperti penggunaan bahan kimia beracun, bahan bakar fosil, dan plastik sekali pakai.

Paus Fransiskus pernah mengingatkan kita bahwa cara kita memperlakukan dunia adalah dengan eksploitasi tanpa batas. Pilihan kita sebagai masyarakat seringkali berdampak langsung pada peningkatan penyakit dan kematian. Dalam ensikliknya, Laudato Si, dan baru-baru ini, Paus mengingatkan kita lagi tentang tanggung jawab besar kita terhadap dunia ini.

Kebebasan Memilih dan Tanggung Jawab

Tuhan telah memberikan kita kehendak bebas, yang berarti kita diberi tanggung jawab besar untuk menjaga dunia ini. Selama kita terus bertindak seolah-olah kita tidak terbatas, mengabaikan konsekuensi dari tindakan kita, kita hanya bisa menyalahkan diri kita sendiri atas penyakit yang terjadi.

Di akhir semuanya, Tuhan memang maha kuasa dan penuh kasih. Pada akhirnya, semuanya akan diperbaiki, dan mereka yang setia akan dibawa ke dalam damai kerajaan-Nya. Namun, selama kita belum sampai di sana, kita harus bertanggung jawab atas pilihan kita dan menyadari bahwa dunia ini adalah milik kita bersama.

Apakah Umat Katolik Percaya pada Hantu?

 


Apakah Umat Katolik Percaya pada Hantu?

Menjelang Halloween, banyak orang mulai berpikir tentang hal-hal menakutkan seperti penyihir, vampir, zombie, dan tentu saja, hantu. Meski terdengar seperti cerita fiksi, lebih dari 40% orang Amerika percaya bahwa hantu itu nyata, dan 10% dari mereka hidup dalam ketakutan akan hantu. Jadi, apa yang diajarkan Gereja Katolik tentang hal ini, dan apakah kita harus takut?

Secara resmi, Gereja Katolik tidak memiliki doktrin khusus tentang keberadaan hantu. Namun, ada beberapa poin yang bisa dipertimbangkan dari ajaran dan tradisi Gereja.

Pandangan Alkitab dan Teolog

Dalam Alkitab, ada beberapa contoh orang mati berbicara dengan yang hidup. Misalnya, dalam 1 Samuel 28, Raja Saul berbicara dengan nabi Samuel yang sudah meninggal melalui seorang dukun. Juga dalam 2 Makabe 15, Maccabeus mendapat penglihatan dari Imam Besar Annias yang sudah wafat.

Namun, ada teolog seperti Tertulian dan St. Agustinus yang percaya bahwa hantu sebenarnya adalah tipu daya setan. Mereka berpendapat bahwa meskipun orang-orang pada zaman itu mengalami sesuatu, bukan berarti mereka benar-benar berinteraksi dengan roh orang mati.

Tradisi Gereja dan Pendapat St. Thomas Aquinas

Tradisi Gereja awal menunjukkan bahwa keyakinan pada hantu sudah ada sejak lama. Beberapa kisah para santo dan orang-orang suci menceritakan pengalaman dengan hantu. St. Thomas Aquinas, seorang teolog besar Katolik, percaya bahwa roh orang mati bisa muncul kepada yang hidup. Dia menjelaskan bahwa ada tiga kemungkinan alasan keberadaan hantu:

  1. Roh dari surga: Hantu ini bisa jadi adalah para santo yang menampakkan diri untuk memberikan harapan dan petunjuk.
  2. Roh dari purgatorium: Mereka mungkin mencari doa dari orang hidup untuk membantu jiwa mereka.
  3. Roh yang terkutuk: Hantu ini bisa jadi roh orang yang terkutuk yang ingin menyesatkan atau menakut-nakuti kita, namun Tuhan mengizinkannya untuk memberikan peringatan.

St. Thomas percaya bahwa dia sendiri pernah mengalami pertemuan dengan roh-roh seperti itu.

Sikap Gereja Katolik

Gereja Katolik tidak mewajibkan umatnya untuk mempercayai keberadaan hantu, tetapi terbuka terhadap kemungkinan adanya pertemuan supranatural. Namun, Gereja secara tegas melarang mencari kontak dengan roh melalui cara-cara seperti sihir, papan Ouija, atau media lain yang dianggap berhubungan dengan ilmu hitam. Ini dianggap bertentangan dengan kebajikan iman karena menolak penghormatan yang seharusnya hanya diberikan kepada Tuhan.

Kesimpulan

Tidak peduli apakah Anda percaya pada hantu atau tidak, tidak ada alasan untuk takut. Kejahatan tidak memiliki kuasa lebih dari yang kita izinkan. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah tetap fokus pada Kristus dan percaya pada kebangkitan. Dengan demikian, kita tidak perlu khawatir tentang suara-suara aneh di malam hari atau fenomena lainnya. Yang penting adalah menjaga iman dan selalu berpegang pada Tuhan.

Ukuran Sejati Seorang Kristen



Ukuran Sejati Seorang Kristen

Bagaimana kita tahu jika seseorang benar-benar Kristen? Mungkin terdengar seperti pertanyaan yang menghakimi, tetapi sebenarnya, kita perlu sedikit lebih kritis. Banyak orang dibaptis dan menghadiri gereja, namun tidak benar-benar hidup sebagai murid Kristus.

Apa Itu Menjadi Seorang Kristen?

  1. Baptisan: Baptisan adalah awal, menandai jiwa kita dengan Kristus, tetapi bukan satu-satunya hal yang membuat seseorang Kristen sejati.

  2. Mengikuti Teladan Yesus: Menjadi Kristen berarti meniru Kristus – peduli pada yang miskin, menunjukkan belas kasihan, mengampuni, dan mengasihi bahkan musuh kita. Tanpa tindakan ini, iman kita kosong.

  3. Lebih dari Sekadar Perbuatan Baik: Meski penting, perbuatan baik bukanlah satu-satunya ukuran. Kita harus mendengarkan dan mencintai Yesus, menjadi murid sejati yang belajar dan berdoa, bergantung pada-Nya, dan berbagi kabar baik kepada dunia.

  4. Persatuan dengan Yesus: Melalui Ekaristi, kita tidak hanya mengenang Yesus tetapi bersatu dengan-Nya, diubah oleh kasih-Nya. Kita dipanggil untuk menjadi sakramen kasih Yesus bagi dunia, menunjukkan kasih karunia Allah di sekeliling kita.

Tantangan untuk Menjadi Kristen Sejati

Menjadi Kristen lebih dari sekadar menghadiri Misa atau melakukan perbuatan baik. Ini tentang bagaimana kita hidup dan berperan aktif dalam iman kita. Ini tentang bagaimana kita melayani sesama dan menyebarkan kasih Tuhan.

  • Evaluasi Diri: Kita harus bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah sungguh-sungguh hidup sebagai murid Kristus? Ataukah kita hanya merasa puas dengan apa yang kita lakukan saat ini?

  • Perjalanan dan Pertumbuhan: Tidak masalah jika kita belum mencapai tahap tersebut. Menjadi Kristen adalah perjalanan pertumbuhan yang berkelanjutan. Setiap orang mengalami banyak konversi dalam hidup, langkah demi langkah menuju kedisiplinan yang lebih dalam.

Jangan berhenti bertumbuh. Teruslah melangkah menuju iman yang lebih dalam, menjadi saksi kasih Tuhan yang nyata di dunia. Sampai kita mencapai kerajaan-Nya, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Apa yang Anda Kurbankan dalam Masa Adven?

 


Apa yang Anda Kurbankan dalam Masa Adven?

Banyak orang melihat masa Adven sebagai waktu untuk berbelanja, mendekorasi rumah, atau menerima hadiah kecil setiap hari menjelang Natal. Namun, tahukah Anda bahwa Adven dulunya adalah waktu untuk berpuasa dan melakukan penebusan dosa? Bahkan sekarang, beberapa orang seperti kaum Fransiskan masih melakukannya. Mengapa praktik ini penting, dan bagaimana kita bisa menghidupkan kembali semangat itu?

Pada abad ke-4, Adven adalah waktu persiapan serupa dengan masa Prapaskah (Lent). Umat Kristen baru yang ingin dibaptis harus menjalani puasa dan doa selama 40 hari sebelum Natal, mirip dengan persiapan Paskah. Lama-kelamaan, praktik ini menjadi lebih singkat dan tidak seketat dulu, namun beberapa orang seperti Santo Fransiskus dan Santo Charles Borromeo tetap menekankan pentingnya berpuasa selama Adven.

Saat ini, Gereja tidak mewajibkan puasa selama Adven, namun kita perlu bertanya, apakah persiapan kita selama Adven sudah benar-benar mempersiapkan kita menyambut Yesus di hari Natal? Banyak dari kita terlalu fokus pada belanja dan pesta, sehingga melupakan makna sebenarnya dari Adven.

Mungkin ini saatnya kita berpikir untuk melakukan sesuatu yang lebih berarti. Anda bisa mencoba mengorbankan sesuatu selama empat minggu, seperti mengurangi waktu di media sosial dan menggantinya dengan doa, menyumbangkan uang atau waktu untuk membantu sesama, atau berpuasa beberapa hari dalam seminggu.

Adven mungkin tidak dianggap seperti Prapaskah lagi, tetapi ada alasan mengapa dulu itu penting. Ada buah rohani yang bisa kita raih dari praktik ini, dan mungkin itulah yang kita butuhkan saat ini. Jika Anda merasa bahwa masa Adven berlalu terlalu cepat tanpa makna, menghidupkan kembali praktik puasa kuno bisa jadi adalah jawabannya.

Aturan Katolik yang Perlu Diketahui Semua Orang

 


Aturan Katolik yang Perlu Diketahui Semua Orang

Gereja Katolik adalah agama yang telah berusia 2.000 tahun, kaya akan tradisi, tata cara, dan aturan dalam melakukan segala sesuatu. Namun, banyak orang, termasuk umat Katolik yang setia, mungkin tidak mengetahui semua aturannya.

Penghormatan dalam Gereja:

  • Berlutut dilakukan saat berada di hadapan tabernakel yang berisi Sakramen Mahakudus.
  • Membungkuk dilakukan saat mendekati altar atau ambo. Ini karena tabernakel adalah tempat kehadiran nyata Kristus, sedangkan altar dan ambo adalah tempat kehormatan Kristus.

Selama Misa:

  • Kita sering berlutut selama Doa Syukur Agung karena itu adalah puncak ibadah kita. Namun, berdiri juga diperbolehkan jika ada alasan kesehatan atau ruang yang sempit.
  • Menerima Komuni: Dapat dilakukan dengan berdiri atau berlutut, di lidah atau di tangan.
  • Tidak ada aturan resmi bahwa Anda tidak boleh mengunyah hosti. Hosti adalah makanan dan dimaksudkan untuk dikunyah.

Menghadiri Misa:

  • Semua Katolik harus menghadiri Misa setiap hari Minggu, tetapi tidak harus menerima Ekaristi jika tidak merasa siap atau tidak dalam keadaan rahmat.
  • Jika Anda tidak dapat menghadiri Misa karena sakit atau merawat orang sakit, kewajiban ini bisa dikecualikan.

Puasa dan Pantang:

  • Harus menjalani puasa satu jam sebelum menerima komuni.
  • Pada Rabu Abu dan Jumat Agung, harus berpuasa dengan makan satu kali sehari dan dua kali makan ringan.
  • Semua orang Katolik yang berusia di atas 14 tahun harus berpantang daging setiap hari Jumat selama masa Prapaskah.

Hari Raya Kewajiban:

  • Pada masa Adven dan Prapaskah, Gloria dan Alleluia tidak dinyanyikan dalam Misa.

Berdoa Rosario:

  • Berdoa Rosario selama Misa tidak dilarang, tetapi umat diharapkan untuk berpartisipasi penuh dalam liturgi.

Memegang Tangan saat Bapa Kami:

  • Tidak ada larangan atau anjuran untuk memegang tangan saat berdoa Bapa Kami. Ini adalah tindakan spontan jemaat, asalkan tidak memaksa/mengganggu umat yang lain.

Pernikahan dan Pelayan Altar:

  • Katolik dapat menikah dengan non-Katolik, dan jika pasangan dibaptis, pernikahan tersebut adalah sakramen.

Menghancurkan Benda Suci:

  • Barang-barang suci yang sudah rusak dapat dibakar atau dikubur.

Aturan-aturan ini membantu kita beribadah dengan lebih baik dan menjaga keteraturan dalam hubungan kita dengan Tuhan. Meskipun tidak semuanya berasal dari Alkitab, mereka membantu kita untuk beribadah dan hidup dalam komunitas iman.

Ajakan Baru tentang Pernikahan? Tidak.

 


Ajakan Baru tentang Pernikahan? Tidak.

Beberapa saat lalu, Gereja Katolik merilis dokumen "Fiducia Supplicans", yang dianggap kontroversial oleh media karena dikatakan mengubah ajaran tentang pernikahan sesama jenis. Namun, kenyataannya, dokumen tersebut tidak mengubah ajaran Gereja tentang pernikahan.

Ajaran Pernikahan Gereja Tetap Sama

Dokumen ini menegaskan kembali bahwa pernikahan adalah persatuan eksklusif antara pria dan wanita yang terbuka untuk memiliki anak. Gereja tidak mengubah pendiriannya tentang pernikahan. Pertanyaan yang dibahas bukanlah tentang definisi pernikahan, tetapi tentang pemahaman kita terhadap pemberkatan.

Apa Arti Memberkati?

Pemberkatan memiliki dua makna: sebagai tanda dukungan Tuhan dan sebagai cara untuk memperkuat dan membimbing orang. Pemberkatan liturgis formal adalah pengakuan atas kehidupan dalam Tuhan, dan ini memerlukan kesesuaian dengan kehendak Tuhan. Gereja menegaskan bahwa pemberkatan tidak dapat diberikan untuk sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, termasuk pernikahan sesama jenis.

Namun, pemberkatan juga bisa menjadi sarana penguatan bagi mereka yang belum sepenuhnya menemukan jalan menuju Tuhan. Kita memberkati orang-orang yang membutuhkan pertolongan Tuhan, seperti orang sakit dan peziarah. Pemberkatan tidak hanya untuk mereka yang sempurna tetapi juga bagi mereka yang meminta bantuan Tuhan.

Pemberkatan untuk Membantu, Bukan Mengesahkan

Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa pemberkatan tidak boleh memiliki terlalu banyak prasyarat moral yang membuat orang takut meminta pertolongan. Ketika seseorang meminta pemberkatan, itu adalah permohonan bantuan Tuhan. Gereja harus menyambut permohonan ini dengan rasa syukur, bukan sebagai dukungan untuk hubungan yang tidak teratur tetapi sebagai dorongan menuju kehidupan yang lebih baik dalam Tuhan.

Bagaimana Memberkati dengan Benar

Pemberkatan harus sederhana dan spontan, tidak formal atau liturgis agar tidak menimbulkan kebingungan. Pemberkatan tidak boleh dilakukan dalam upacara pernikahan sipil sesama jenis, karena bisa disalahartikan sebagai pengesahan pernikahan.

Kesimpulan

Dokumen "Fiducia Supplicans" menegaskan bahwa pemberkatan adalah cara untuk mendekatkan orang kepada Tuhan, meminta bantuan-Nya agar hidup lebih baik, dan menghidupkan nilai-nilai Injil dengan lebih setia. Ini adalah misi untuk mendampingi mereka yang berada di pinggiran, mendengarkan, dan menyambut mereka ke dalam Gereja.

Ajaran Gereja tentang pernikahan tidak berubah, tetapi Paus Fransiskus mengajak kita untuk lebih memahami dan melayani mereka yang membutuhkan dengan kasih dan pengertian.