Sabtu, 09 Maret 2024

Lingkaran Paskah (Bagian 2)



Ketentuan Liturgis dalam Rabu Abu

1. Perpanjangan Hari Rabu Abu: Hari Kamis, Jumat, dan Sabtu sesudah Rabu Abu masih terhitung sebagai bagian dari awal Masa Prapaskah. Hari-hari ini menandai periode refleksi dan persiapan spiritual untuk memasuki masa Retret Agung seluruh Gereja.

2. Pemberkatan dan Penandaan Abu: Pemberkatan Abu biasanya dilakukan dalam misa dan hanya oleh imam. Akan tetapi, jika tidak memungkinkan, dapat diadakan ibadat Sabda. Pemberkatan dan penandaan abu dilakukan setelah homili dan sebelum doa umat.

3. Warna Liturgi: Warna ungu digunakan, melambangkan pertobatan dan penantian.

4. Penerimaan Tanda Abu: Siapa yang boleh menerima abu? Siapa pun, baik Katolik maupun non-Katolik, dewasa atau anak, dapat menerima tanda abu sebagai ungkapan kesediaan untuk bertobat dan memohon pengampunan.

5. Waktu Misa atau Ibadat Sabda: Hendaknya diadakan pada waktu yang memungkinkan banyak umat beriman dapat berpartisipasi bersama dalam memulai Masa Prapaskah.

6. Rumus Pemberkatan Abu: Ada dua rumus pemberkatan abu yang dapat dipilih. Demikian pula dengan rumus penandaan dengan abu.

7. Suasana Liturgi Selama Prapaskah: Kemeriahan di dalam liturgi harus dihindari, kecuali pada Minggu Prapaskah IV (Minggu Laetare/Sukacita) dan pada Pesta/Hari Raya. Ini mencakup penggunaan bunyi suara logam (lonceng), hiasan bunga, dan permainan alat musik yang hanya diperbolehkan untuk mengiringi nyanyian. Tidak adanya suasana meriah ini bisa juga dimaknai sebagai _puasa telinga_ (dengan sengaja tidak mendengarkan bunyi-bunyian/musik yang menyenangkan hati), dan juga _puasa mata_ (dengan sengaja tidak menaruh dekorasi atau apapun yang menyenangkan untuk dilihat). Semua bentuk puasa ini agar kita semakin mudah untuk masuk ke kedalaman diri kita sendiri, dan menghindari segala distraksi yang ada. 


© Mysterium Fidei

#seriteologiliturgi


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar